Aku baru saja melewati pintu masuk rumah
dan mengucapkan salam, ketika anakku si Tengah menyambutku dengan mengacungkan
buku yang berada di genggamannya.
"Bu, baru saja bukuku yang ini masuk
di berita teve...!" Katanya sambil
mengangsurkan buku itu kepadaku.
"Masuk di berita teve?" Tanyaku
memastikan, sambil berpikir, jangan-jangan ada muatan porno lagi seperti
kejadian buku LKS "bang Maman dan
istri simpanan" yang heboh tempo hari.
"Iya. Bab lima halaman lima puluh
empat, Bu. Tadi disorot kamera teve. Lihat deh...!" katanya bersemangat.
Wah, kalau sampai masuk berita teve dan
ditayangkan halamannya, biasanya ini berkaitan dengan konten porno nih,
pikirku. Aku mengambilalih buku teks itu dari tangan anakku. Disampulnya
tertulis "Olahraga dan Kesehatan
Jasmani untuk Siswa SD-MI Kelas V".
Di sudut kiri bawah buku tertera logo "tut wuri handayani" dan
tulisan "Pusat Perbukuan Kementrian
Pendidikan Nasional."
Buku bergambar sampul tiga anak lelaki
bermain bola itu langsung kubuka pada halaman 54 seperti yang ditunjukkan oleh
anakku tadi. Ternyata itu halaman bab V untuk materi "Pendidikan
Kesehatan." Kubuka lagi halaman 57, 58, 59, 60. Olala... Aku terbelalak.
Sekilas terbaca olehku kata-kata ; menjaga kebersihan alat reproduksi,
pelecehan seksual, hamil pra-nikah, seks pra-nikah, free sex, pengguguran
kandungan, gonorrhoe, AIDS... MasyaAllah... Pikiranku langsung berontak ; sudah
saatnyakah anak SD yang rata-rata berusia 10 tahun mendengar dan mengucapkan
istilah seperti itu? Atau sebaliknya, apakah aku yang terlalu kolot, oldies dan
konservatif sehingga berpikiran demikian?
Dengan penasaran aku membuka halaman depan
buku teks milik perpustakaan sekolah itu. Pada "Pendahuluan" terdapat
pengantar bagi anak didik dengan bunyi seperti ini ; "......kamu akan lebih tahu tentang bagaimana cara menjaga alat
reproduksi, menjauhi minuman keras, dan
bahaya dari rokok..."
Sama sekali tidak menyebutkan adanya pendidikan seks. Demikian pula di
awal bab V, tidak terdapat penunjukan "tujuan pengajaran" yang
mencantumkan muatan pendidikan seks itu. Di awal bab hanya dicantumkan
kalimat "Sejalan dengan bertambahnya usia, maka kamu harus lebih menjaga
dalam kebersihan, terutama kebersihan alat reproduksi. Bagaimana cara
membersihkannya? Jawabannya akan kamu dapatkan dalam pembahasan bab ini."
Jika titik berat pembahasan adalah pada
materi kebersihan alat reproduksi, mengapa pada bab ini muncul bahasan berkaitan dengan istilah dewasa yang berat?
Bahkan porsinya lebih banyak daripada bahasan utama yang hanya sepanjang satu
halaman? Rasanya memang ada yang tidak "connect" dalam materi bab V
ini. Seperti ada materi 'siluman'. yang dipaksakan masuk ke bab ini.
Rasa penasaran dan geregetan akhirnya
membawaku untuk mendiskusikan hal ini dengan salah seorang teman yang
berkecimpung dibidang pendidikan melalui b********* messenger. Kepadanya
kukirimkan foto halaman buku yang kumaksud. Tak salah. Ia bahkan mengomel
mengatakan bahwa materi pendidikan seks seperti ini lebih cocok diajarkan untuk
anak usia SMP dan SMA. Oya, aku ingat, dulu aku mendapatkan pendidikan seks
pada saat duduk di kelas 1 SMA. Itupun materinya "ditumpangkan" pada mata pelajaran Agama yang lebih banyak
memandang dari sudut iman, moral dan budi pekerti. Kami berdua sependapat
bahwa gaya bahasa yang digunakan dalam
buku itu terasa terlalu "tinggi" dan "kaku" untuk anak usia
10 tahun - bahasa yang tidak ramah anak. Jika memang bermaksud mengenalkan seks
kepada anak kelas 5 SD, tidakkah lebih baik bila menggunakan bahasa yang 'ramah
anak' dan sesuai dengan dunia anak-anak?
Lebih terbelalak dan tak habis heranku
ketika membaca bagian evaluasi pada bab ini.
Pada kolom 'kegiatan' tertulis perintah dengan bunyi seperti ini ; "Buat kelompok yang beranggotakan 4
orang. Kampanyekan 'Bahaya hubungan seksual pra-nikah bagi kesehatan dan
sosial'. Tampilkan masing-masing kelompok di depan kelas." Anak kelas lima SD? Kampanye tentang seks
pra-nikah??? Mereka sebagian besar
bahkan belum aqil baligh...!! Ckckck...
Aku sibuk dengan pikiran dan perkiraanku
sendiri. Tak rela dan tak tega rasanya membayangkan anakku bersama
teman-temannya yang masih suka nonton Dora Emon dan Power Rangers, tiba-tiba
harus berdiri di depan kelas mem-presentasikan materi 'bahaya hubungan seksual pra-nikah'..... Ya Allah, ampuni hamba.
Apakah ini salahsatu tanda kemajuan jaman yang tidak bisa kuterima dan kupahami
karena aku konservatif dan tidak moderen?
Aku menghela nafas sebelum bertanya kepada
anakku yang sibuk bermain dengan
miniatur robot.
"Ariel sudah belajar sampai bab
ini?"
"Belum," jawabnya singkat.
"Belum sampai bab lima?" Tanyaku
lagi menyelidik.
"Buku ini sih jarang diajarkan sama
Guru. Kalau pelajaran penjaskes (= pendidikan jasmani dan kesehatan) seringnya
ya olahraga di halaman sekolah, bukan belajar di kelas," kata anakku.
Sekali lagi aku menghela nafas. Semoga
gurumu cukup arif untuk tidak mengajarkan bab ini, nak... Karena menurut ibumu
yang konservatif ini, materi seperti itu hanya akan membuat anak seusiamu
matang karena dikarbit, dan lebih cepat membusuk nantinya....
Pondok Gede - 25102012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar