Kamis, 21 Agustus 2014

Mahabharata : KARNA (4)



--- Angraj Karn dan Putri yang Menolak


Manusia adalah gudangnya kekeliruan. Kadang mereka menginginkan sesuatu, memilih-milih atau menolak sekehendak hatinya. Tapi dikemudian hari, ternyata ia merasa telah keliru memilih dan menyesal, karena "pilih-pilih tebu". Nukilan cerita di bawah ini mungkin bisa mewakili keadaan tersebut.

TENTANG KARNA

Tersebutlah seorang tokoh dalam epos Mahabharata bernama Karna yang selalu mendapatkan penghinaan karena statusnya sebagai Suthputr (anak kusir) berkasta sudra di Hastinapura. Padahal biarpun ia anak adopsi kusir yang ditemukan di sungai, ia adalah seorang yang piawai dalam ilmu perang. Ia mampu menggunakan segala senjata walau keahlian utamanya adalah dalam ilmu memanah. Yah, kalau diumpamakan dengan keadaan sekarang, kurang lebih kemampuan berperangnya komplit, mirip-mirip pasukan khusus (tapi tidak termasuk keahlian menculik ... Hiks).

Berkat kompetensinya yang cemerlang dalam ilmu perang, maka dalam suatu kesempatan dimana dia dihina dihadapan orang banyak karena berkasta rendah, ia dibela dan diangkat menjadi raja Angga (salah satu kerajaan sekutu Hastinapura) oleh pangeran mahkota Duryudhana. Sejak itu namanya dikenal sebagai Angraj Karn atau raja Angga, dengan segala fasilitas yang diterimanya sebagai pejabat istana seperti ; rumah, mobil, uang sidang, uang seragam pelantikan.... Eh, salah ya? Itu sih anggota dewan di negara antah berantah...hehe...

Begitulah. Sejak bergelar Angraj, Karna yang pada dasarnya dianugerahi fisik dan inteligensi yang oke punya (maklum, ayah biologisnya adalah Dewa Surya dan ibu biologisnya adalah putri kerajaan Kuntibhoj) menjadi semakin "cling" atau kinclong dan berkilau.

Beberapa versi menggambarkan bahwa sosok Karna tidak kalah yummy dan crunchy dibandingkan Arjuna (adiknya se-ibu tapi beda bapak), yang selama ini dikenal sebagai ksatria paling tampan di jagad Mahabharata.

Ada yang menarasikan bahwa Karna adalah lelaki berperawakan gagah, berwajah tampan dan penuh senyum. Selain itu dia juga dikenal sangat dermawan dan murah hati. Siapapun yang meminta kepadanya, tak pernah dibiarkannya pergi dengan tangan hampa. Wajahnya bercahaya karena kilau anting yang melekat ditelinganya sejak lahir. Anting itu (beserta baju zirah yang menyatu ditubuhnya) adalah hadiah dari ayahnya, Dewa Surya, pada saat kelahirannya.

Khrisna, dalam sacred text Mahabharata menggambarkan Karna dengan penuh pujian ;

"Hear in brief, O son of Pandu. I regard the mighty car-warrior Karna as thy equal, or perhaps, thy superior. In energy he is equal to Agni. As regard speed, he is equal to impetuosity of the wind. In wrath, he resembles the Destroyer himself. Endued with might, he resembles a lion in the formation of his body. He is eight ratnis in stature. His arms are large. His chest is broad. He is invincible. He is sensitive. He is a hero. He is, again, the foremost heroes. He is exceedingly handsome. Possessed of every accomplishment of a warrior, he is dispeller of the fears of friends..."


Penasaran? Nah, seperti inilah penampakan Karna dan Arjuna dalam Mahabharata versi Starplus India ;

Angraj Karn  (sumber : @Aham Sharma FC)


Arjuna  (Sumber : Starplus)


Suatu ketika, raja negara Panchala mengadakan sawyamvar (sayembara) atau kompetisi untuk memilih calon suami bagi putri raja yang bernama Drupadi.

Adapun kompetisi diadakan di sebuah lokasi mirip ampitheatre. Para pangeran dan raja yang diundang diharuskan memanah mata boneka ikan yang berputar dan digantung di atas kolam. Pemanah tidak diperbolehkan melihat langsung ke arah boneka ikan itu, melainkan hanya melalui bayangan yang terpantul di air kolam. Rumit kan? Belum lagi busur yang disediakan oleh raja Panchala adalah busur istimewa yang beratnya minta ampun. Tidak semua ksatria dan prajurit mampu mengangkat busur itu, apalagi merentangkan talinya untuk memanah. Tak heran jika Krishna, avatar Dewa Wisnu, mentor dan penasehat Pandawa yang serba tahu, sebelum kompetisi dimulai sudah mengatakan kepada Raja Panchala dan Drupadi bahwa nantinya yang sanggup mengangkat dan menggunakan busur itu hanya Arjuna dan Angraj Karn.

Nah, Duryudhana sebagai pangeran mahkota Hastinapura tentunya juga mendapat undangan untuk ikut sawyamvar. Secara, Hastinapura adalah kerajaan besar di kawasan India kuno waktu itu. Tapi pangeran mahkota yang satu ini tampaknya kurang pede dengan keahliannya menggunakan busur sebagai senjata, karena major-nya semasa menjadi murid Guru Drona adalah senjata gada. Maka kemudian dia mengajak Karna yang spesialis memanah untuk mewakili dirinya mengikuti kompetisi memperistri Drupadi.

Padahal dibalik layar panitia sawyamvar, sebenarnya kompetisi ini hanya formalitas untuk mengundang pangeran impian Drupadi yaitu Arjuna. Oya, waktu itu Arjuna bersama empat saudara dan ibunya sedang dalam masa penyamaran sehingga dipandang perlu untuk menarik keluar dirinya - agar menampakkan batang hidung, mata dan telinganya di depan Drupadi - lewat cara ini.

Heran juga ya, tega-teganya panitia sawyamvar membuat kebohongan publik. Mereka mengundang para pangeran dan raja untuk berkompetisi padahal sudah tahu bahwa yang kompeten untuk itu hanya Arjuna dan Karna, confirm dengan sabda Khrisna sebagai penjelmaan Dewa Wisnu... Apakah panitia ini belajar politik dari suatu negeri di Asia Tenggara? Entahlah.

Selanjutnya, pada hari H jam J menit M, berdatanganlah para pangeran dan raja ke kerajaan Panchala. Mereka disambut dengan meriah dan penuh hormat. Para undangan VVIP dan VIP duduk di tribun yang berdekatan dengan Raja Phancala dan Drupadi yang sudah berdandan extravaganza selayak toko emas berjalan (maklum, kan nanti mau bertemu dengan Arjuna si pangeran impian...).

Acara pun dibuka oleh ketua panitia, dalam hal ini adalah kakak lelaki Drupadi, yaitu Pangeran Dristadyumna. Berpidatolah kemudian sang pangeran dan juga sang Raja Panchala dengan memakan waktu sekian menit. Pidatonya tanpa teks lho...Hebat ya? Padahal jaman dulu kan belum ada kursus public speaking...

Diutarakannya ucapan terima kasih atas kehadiran para tamu dan penonton dari kalangan rakyat akar rumput, serta segala hal yang berkaitan dengan kompetisi. Termasuk tata cara dan aturan kompetisi yang berlaku. Pokoknya mirip dengan gaya para panitia acara di salah satu negara Asia Tenggara itu deh... Bisa dibayangkan sendiri kan? Hehe...

Setelah itu, mulailah satu persatu para pangeran dan raja mencoba peruntungannya di depan busur sakti yang diletakkan di samping kolam di tengah arena.

Dan benar, tak ada satu pun pangeran yang bisa mengangkat busur dari tempatnya. Malah ada yang terpelanting dan jatuh terjengkang karena begitu ngotot mengangkat busur tanpa mengukur kekuatan.


Giliran Duryudhana tiba. Sebelumnya dia mengatakan kepada publik bahwa untuk event kali ini, ia akan diwakili oleh karibnya, Karna yang menjabat sebagai raja Angga. Tentu saja ini ditolak mentah-mentah oleh ketua panitia. Masa' ikut sawyamvar pakai perwakilan?

"Masbro, emangnya ini parlemen?" Tanya Pangeran Dristadyumna si ketua panitia dengan agak bete.

Setelah melakukan diskusi kecil dengan timnya (rada terpaksa sih, daripada tengsin), Duryudhana akhirnya memutuskan bahwa Raja Angga a.k.a. Karna dalam kesempatan ini akan berkompetisi untuk dirinya sendiri. Jadi kalau ternyata nanti dia bisa memanah target dengan tepat, dia yang akan memperistri Drupadi.

Pikir Duryudhana, tak apalah, sekali lagi memberi hadiah kepada sahabat karibnya yang raja sakti mandraguna kebal senjata, tapi masih menjomblo. Disamping itu, kemungkinan Duryudhana juga tidak merasa kena setrum ketika melihat Drupadi. Jadi, no hurt feeling kalau akhirnya nanti Drupadi menjadi istri Karna.

Setelah sedikit shock dengan perubahan mendadak itu, akhirnya Karna menyetujui solusi dari Duryudhana. Matanya beberapa kali memandang tajam ke arah Drupadi yang cantik tapi arogan dan judes mulutnya. Apakah ada kejut-kejut listrik dalam diri Karna ketika memandang Drupadi? Tak ada yang tahu. Wong tak ada satu orang pun yang menemukan artefak diary Karna. Itu pun kalau dulu Karna biasa menuliskan curahan hatinya. Kan waktu itu belum ada diary bergambar jantung hati atau Hello Kitty...hihi...

Tapi ternyata ada versi yang menyebutkan bahwa sebenarnya Karna tidak peduli (bahasa halus dari "tidak tertarik") pada Drupadi. Ia mengikuti sawyamvar ini hanya untuk menyenangkan hati Duryudhana yang telah bermaksud baik kepadanya. Jika pun ia nantinya berhasil memenangkan Drupadi, kemungkinan ia akan kembali menghadiahkan Drupadi kepada Duryudhana... Yaelah, bolak balik kayak main pingpong...

Justru dalam versi lain yang beredar di India pada abad ke-18, Drupadi lah yang sebenarnya tertarik pada Karna. (Tentang ini dapat dibaca lebih lanjut di bagian khusus Drupadi di  bawah ini). Yup, sepertinya perbedaan kasta-lah yang menyebabkan Drupadi menampik Karna.

Drupadi pun resah ditatap sedemikian rupa oleh Raja Angga yang gagah, tampan yummy crunchy, berkharisma... High quality jomblo yang belum pernah mengenal cinta dari cewek selain ibu (angkat) nya, dan punya kans besar untuk menang. Sementara pangeran impiannya, Arjuna, belum tampak sedikitpun ujung jempol kakinya...haddeeuww...

Apa jadinya kalau nanti Raja Angga yang menang? Padahal sawyamvar ini kan sebenarnya dibuat untuk menarik Arjuna dari persembunyiannya, pikir Sang Putri arogan ini.

Maka kemudian, Raja Angga pun turun dari tribun untuk mengambil kesempatan. Langkahnya tenang dan percaya diri menuju tempat busur diletakkan. Sekali dia melayangkan tatapan mata elang ke arah Drupadi yang hatinya kebat-kebit.

"Oh, Arjuna, pangeran impian, cepatlah muncul... Bagaimana mungkin Raja Angga yang akan memenangkan diriku padahal sawyamvar ini dibuat khusus untukmu. Lebih buruk lagi, aku khawatir hatiku luluh oleh tatapan Raja Angga yang sama berkualitasnya dengan dirimu," keluh hati Drupadi.

Sementara, Raja Angga telah berdiri mengamati busur sakti. Menatapnya sejenak seakan berbicara membujuk si busur agar bersikap koperatif dengannya. Dan, voila...! Raja Angga pun mengangkat busur sakti itu dengan satu tangan. Satu tangaaan, saudara-saudara pemirsaaah...! What a great...! Penonton pun terkesima. Padahal sebaliknya Drupadi dan ayahnya, Raja Panchala, sudah mencapai kegalauan sekaligus kecemasan level tinggi. Mana Arjuna? Manaaa...?!!! Sementara Khrisna sang maha tahu tersenyum mengamati.

Di bawah tribun, Raja Angga sangat tenang melanjutkan kegiatan sesuai SOP, dengan mulai mengikatkan tali pada busur. Sekali lagi ia melayangkan tatapan tajam kearah Drupadi. (Btw, kalau ekke yang berada di tempat Drupadi, pasti ekke sudah pingsan berkali-kali bcoz of diliatin terus sama lekong yang macho bingits macam doski... Ihiiiikkk... *mukul-mukul tembok*).

Angraj Karn lalu mengambil anak panah yang diletakkan di tempat berkalang bunga. Sang raja berkasta sudra itu melakukannya dengan  elegan seakan sedang menjalani sebuah ritual suci. Selanjutnya ia melangkah ke pinggir kolam, menatap bayangan ikan berputar yang terkaca di permukaan kolam. Ia pun mengambil posisi dengan menekuk sebelah kaki, merendahkan tubuh. Sebelah tangannya mengangkat busur yang mengarah keatas, tempat tergantungnya boneka ikan yang menjadi target. Sedangkan tangan lainnya menarik anak panah yang melekat pada tali busur. Disaat yang sama, pandangannya terkonsentrasi penuh pada bayangan ikan di kolam. Suara busur yang berderit, meregang karena ditarik dengan kekuatan batin dan fisik membuat penonton semakin terpaku dan terdiam. Mereka menantikan Raja Angga melepaskan anak panah. Mereka yakin boneka ikan itu akan kena anak panah tepat di sasaran, dan Raja Angga lah yang akan menjadi suami Putri Drupadi.

Versi asli, the sacred text of Mahabharata, pun menggambarkan situasi Karna saat itu dengan dahsyat :  "Uprose Karna, peerless archer, proudest the archers he. And he went strung the weapon, fixed the arrow gallantly. Stood like SURYA in his splendour and like AGNI in his flame..."

(Thanks to Starplus yang mem-visualisasikan ini lewat casting yang definitely match dan ajib bingits,  membuat para penonton perempuan beralih perhatian kepada tokoh Karna dan melupakan Arjuna... *peluk Aham Sharma*)

Seperti inilah visualisasi Raja Angga saat berada di arena, yang dikembangkan oleh Starplus :  

sumber : @Aham Sharma FC
Sumber : @Aham Sharma FC

Tapi tidak demikian halnya dengan Drupadi dan Raja Panchala. Mereka cemas. Karena jika Raja Angga berhasil memanah ikan dengan tepat, maka rusaklah semua yang sudah di-skenariokan oleh Khrisna, inisiator dan penggagas perhelatan sawyamvar ini. Berkali-kali Drupadi memanjangkan leher melihat kearah pintu masuk. Siapa tahu pangeran impiannya muncul dari sana. Raja Panchala gelisah, berulangkali mengepalkan tangan dan memandang kepada Khrisna, meminta solusi... Sebaliknya Khrisna masih tersenyum dengan tenang mengamati Raja Angga yang berkonsentasi pada target.

Namun apa yang terjadi selanjutnya adalah diluar dugaan. Sesaat sebelum Raja Angga melepaskan anak panah, tiba-tiba Drupadi berteriak,

"Berhenti! Aku menolak bersuamikan seorang suthputr...!" (OMG, this is such a rude by someone called Princess...)

Semua yang berada di ampitheatre  itu tercengang  (Tolong dicatat : disini penonton tidak berbarengan meneriakkan "Waww, aku tercengaaanggg..." ala Fitrop sambil meletakkan dua telapak tangan dibawah dagu. Mohon, jangan membayangkan seperti itu yaaa.... Plisss....).

Pun Raja Angga yang kemudian berhenti mengarahkan anak busurnya ke target. Wajah yang semula tenang penuh konsentrasi, seketika berubah. Ekspresi campur aduk antara marah, terhina, kecewa dan putus asa. Rahangnya mengeras menahan emosi, hingga urat lehernya terlihat jelas. Untuk kesekian kalinya ia menerima penghinaan karena kasta. Dan kali ini ia dihina oleh seorang wanita! Di depan umum pula! Well, sangat menyakitkan. Dan itu bisa dipahami. Ada yang bilang, bagi seorang lelaki penghinaan yang dilakukan oleh seorang perempuan kepadanya, jauh berlipat-lipat sakitnya daripada hinaan yang dilontarkan oleh sesama lelaki. Is that right, brother?

Dengan wajah menahan emosi, Karna lalu menatap matahari yang tengah bersinar cerah hari itu. Oya, Karna hingga saat itu belum tahu bahwa ia adalah anak Dewa Surya. Hanya saja, mungkin karena ikatan batin, Dewa Surya menjadi dewa yang selalu mendapatkan pemujaan darinya di tepi sungai Gangga.

Ketika Karna menatap matahari dengan mata telanjang itu, tiba-tiba kemudian matahari bersinar dengan sangat terik, menampakkan bola api yang berpijar garang di angkasa. Semua yang hadir berupaya menghindar dengan menutupi wajah dan mata masing-masing, berbeda halnya dengan Karna. Rupanya kali ini Dewa Surya amat marah karena anaknya dihina dengan kasar di muka umum.

Susah membayangkan wajah Aham Sharma, eh, Raja Angga yang sedang emosi tapi tetap unyu? Nih, ada pict-nya... Silakan dipandangi ;  






Tips :  Untuk merasakan "nafas" dan suasana cerita ini, saya sarankan untuk menonton visualisasi versi terkini di tayangan yang dikembangkan oleh Starplus. Disana akan terasa ketegangan suasana ketika Karna menarik anak panah. Suasana kecewa saat Drupadi memutus konsentrasi Karna, saat Karna menahan emosi sambil menatap matahari, dan ketika Dewa Surya menunjukkan amarahnya. Dijamin anda akan diam tak bergerak sambil bengong menatap layar... Trust me!

Dikemudian hari, di peristiwa perjudian yang di-arrange oleh Duryudhana dan saudaranya para Kurawa, Karna membalaskan sakit hatinya dengan menghina Drupadi di depan majelis yang hadir. Sangat emosional, dan itu menjadi penyesalan bagi Karna diujung hidupnya. Beruntung, ia masih punya kesempatan meminta maaf kepada Drupadi melalui Khrisna.

Selanjutnya? Sudah bisa diduga. Arjuna lalu muncul dari penyamaran sebagai brahmana. Menunjukkan keahliannya memanah, berhasil, lalu membawa Drupadi sebagai calon pengantinnya. As simple as that. Bukankah itu yang dimaui oleh Drupadi dan direstui oleh Khrisna yang avatar Dewa Wishnu?

Tapi ternyata kisah selanjutnya tidak sesederhana itu bagi Drupadi. Dikemudian hari, ia sempat mengeluh dan menyesali nasibnya kepada Khrisna. Pingin tahu? Nah, baca bagian selanjutnya di bawah ini.

TENTANG DRUPADI


Alkisah, setelah dirinya dimenangkan oleh Arjuna, maka Drupadi pun dibawa pulang oleh Arjuna diiringi oleh saudara-saudara Arjuna : Yudhistira, Bhima, Nakula dan Sahadewa. Pada masa itu para Pandawa dan ibunya, Kunti, sedang dalam masa pelarian dan penyamaran setelah istana mereka dibakar oleh Kurawa.

Jadi karena mereka menyamar sebagai brahmana miskin, maka Drupadi pun dibawa ke rumah mereka, sebuah gubuk sederhana. Iyalah. Nggak cucok dong, kalau mereka menyamar sebagai orang miskin tapi rumahnya berupa bangunan bertingkat bergaya minimalis dan carport cukup untuk dua mobil...


Di gubuk itu, Kunti - ibu para Pandawa, sedang bersemedi sambil memejamkan mata. Konsentrasinya pecah ketika anak-anaknya datang dan membawa berita ;

"Ibu, lihatlah, hari ini kami mendapatkan hadiah...," kata anak-anaknya.

Tanpa membuka mata, Kunti langsung menjawab, "Ibu telah mengajarkan kalian untuk selalu berbagi. Bagilah hadiah itu dengan rata..."  

Jedheeerrr... Bumi gonjang ganjing langit kerlap kerlap... (kata dalang Ki Timbul Hadiprayitno). Pandawa, terutama Arjuna tentu saja kaget setengah mati. Lha, ini hadiahnya seorang putri raja, kok disuruh bagi lima?! Dia kan sama sekali tidak mirip dengan seloyang lapis legit yang bisa dibagi dan masing-masing mendapat seperlima bagian ?!  Pandawa terdiam, tak bisa berkata apapun.

Kunti akhirnya curiga juga. Kok tiba-tiba terjadi kesenyapan dalam waktu cukup lama? Ia pun membuka mata menghentikan meditasi. Saat membuka mata, tampaklah olehnya seorang putri cantik dengan pakaian glamour yang bling-bling abis... Syahrini kalah deh... Hihi...


sumber : Starplus



Sekarang giliran Kunti yang terkejut berat (untung nggak memegang dada kiri, lalu jatuh kena serangan jantung ala sinetron Indonesia). Ibu ini hanya menutup mulutnya dengan mata membelalak menyesali kesalahan dalam memberi perintah kepada anak-anaknya. Akan halnya Drupadi, bling-bling nya langsung padam seperti bara api unggun disiram air dua gentong...

Setelah itu, bisa diduga, terjadilah kegalauan di gubuk sederhana itu. Kunti menangis menyesali kecerobohannya. Arjuna bingung, secara dia yang sebenarnya paling berhak atas Drupadi, tetapi kemudian harus berbagi dengan empat saudaranya. Sedangkan Yudhistira, Bhima, Nakula, Sahadewa juga kusut ; Masa iya sih, yang berhak Arjuna tapi kita-kita juga ntar ikutan kebagian?

Tapi diluar semua itu, yang paling bikin galau adalah ; bahwa setiap kata Ibu adalah sabda dan atau perintah. Jadi wajib hukumnya buat dijalankan. Lalu, kalau pun itu nantinya dijalankan, apa kata orang? Seorang perempuan bersuami lima, itu adalah tidak normal dan bisa dianggap aib. Beda halnya dengan seorang pria yang beristri lebih dari satu. Itu mah, jamak...

Terlebih lagi Drupadi. Hatinya tidak rela. Suami impiannya cuma Arjuna, lha kok ini ditambahi empat orang lagi? Repot euy, membagi waktu apalagi membagi hati... Belum lagi nanti urusan dapur, tiap hari harus masak beras berapa kilo, ayam berapa ekor, tempe berapa papan? Mana harga cabe keriting tidak stabil pula... Apalagi Bhima itu... makannya banyak banget. Iyuuuhh... Ampun deeehhh... (Maklum di jaman itu belum ada warung padang atau warung tegal, apalagi katering).

Akan hal ini,  pada suatu waktu, Drupadi menumpahkan perasaannya kepada Khrisna, sahabatnya : "Wahai Khrisna, bagaimana mungkin aku seorang wanita harus bersuamikan lima orang? Apakah Dewa sedang mengutukku?"

Lalu Khrisna menjawab,  "Tapi kau telah menolak Raja Angga dan memilih Arjuna, mbak sist. Ya, itulah konsekuensi yang harus kau terima..."


Mengapa Khrisna menjawab demikian? Ternyata ada latar belakangnya. Ini merupakan salah satu dari sekian banyak versi yang berkembang dari Mahabharata. Begini ceritanya :


Duluuu...sebelum ber-reinkarnasi, jiwa Drupadi berada dalam tubuh seorang gadis cantik, putri seorang brahmana. Namun karena dia telah menolak dengan kasar perintah seorang Resi yang telah menolongnya, ia pun menerima kutukan. Sang Resi mengutuk gadis itu menjadi buruk rupa dan tidak akan memiliki suami. Dua hal yang sangat ditakutkan oleh seorang gadis kan?

Menyesal dan takut jika kutukan itu terjadi, maka si gadis langsung melakukan meditasi (pemujaan) untuk Dewa Shiva, dengan duduk diatas api. Alih-alih membakarnya, api itu justru  menjadikan wajahnya lebih cantik dari hari kehari.


Dewa Shiva pun kemudian terkesan dengan kegigihan si gadis, hingga akhirnya berkenan menemui si gadis dan bertanya,

"Wahai gadis, upaya dan kegigihanmu patut dihargai. Sekarang, apa sebenarnya yang kau inginkan?"

"Dewa Shiva yang agung, aku menginginkan suami. Tapi dia haruslah yang bermoral, dan memiliki fisik yang kuat. Selain itu dia juga harus ahli dalam ilmu perang, tampan dan cerdas...," pinta si gadis. 
Weleh...weleh... Tidak tanggung-tanggung, lima kriteria lelaki terbaik diminta sekaligus oleh si gadis.

Dewa Shiva tersenyum mendengar permohonan itu, "Baik, permintaanmu akan terkabul. Engkau akan memiliki lima orang suami seperti yang kau minta," katanya.

"Tapi Dewa, seorang wanita yang bersuami lebih dari satu adalah hal yang buruk...," si gadis berusaha menganulir permintaannya. Dewa Shiva tidak menjawab, hanya tersenyum dan berlalu. Tinggallah si gadis dalam kebingungan karena telah salah mengajukan permintaan.

Dengan berlalunya waktu, pada kehidupan berikutnya, jiwa si gadis itu lahir kembali dan mengisi tubuh Drupadi.

Demikianlah. Jiwa dari kehidupan masa lalu telah membawa nasib yang tak biasa bagi Drupadi. Ia menjadi istri dari lima orang ksatria Pandawa bersaudara.

Hal yang tidak normal itu pun menjadi pergunjingan dikalangan kerajaan, para sosialita tanah India kuno, dan rakyat akar rumput... Untungnya di jaman itu belum ada channel teve dan tabloid infotaintment, sehingga Drupadi dan para suaminya tidak repot dikejar-kejar wartawan, dimintai waktu wawancara sepanjang hari dan dikuntit oleh paparazzi...

Terkait dengan suami-suaminya, Drupadi tidak menyangka bahwa keinginan dan keputusannya untuk memilih Arjuna ternyata membawa kepada nasib yang kurang mengenakkan. Dengan menjadi istri dari lima lelaki, ia kerap mendapat cibiran. Puncaknya adalah peristiwa penghinaan terhadap dirinya dalam perhelatan permainan dadu yang dimenangkan oleh Kurawa.

Di depan para petinggi kerajaan dan bangsawan (termasuk Karna) ia dijadikan obyek taruhan judi, dicaci dan direndahkan. Malang, tak satupun dari lima suaminya - yang semuanya ksatria - mampu menghentikan drama itu dan menolongnya. Ini yang selalu disesalkan oleh Drupadi, lalu menjadi dendam yang menyulut perang Bharata.

Salah satu versi lagi : Dibalik semuanya itu, sebenarnya Khrisna - yang tahu segala - telah berusaha menolong Drupadi dengan menciptakan alternatif pilihan. Dengan kemengertian dan kuasanya sebagai avatar Dewa Wishnu, ia menyusun suatu keadaan untuk memunculkan Karna sebagai kompetitor Arjuna dalam sawyamvar di kerajaan Panchala.

Khrisna tahu, hanya Karna yang memiliki lima kriteria sekaligus yang diinginkan oleh Drupadi untuk menjadi suaminya (Yihaaa...paket komplit, cuy...). Sementara pada Pandawa, kriteria-kriteria itu terbagi pada Yudhistira (untuk moral dan kebenaran), Bhima (untuk kekuatan fisik), Arjuna (keahlian berperang), Nakula (ketampanan) dan Sahadewa (kecerdasan).

Bukankah sebelum sawyamvar dilaksanakan, Khrisna telah mengatakan kepada Drupadi dan Raja Panchala bahwa hanya ada dua orang yang sanggup menggunakan busur itu. Yaitu Arjuna dan Angraj Karn... Sayang seribu sayang, Drupadi tidak menangkap sasmita (clue) yang diberikan oleh Khrisna.


Dan sayang sekali lagi, pada sawyamvar itu Drupadi langsung menolak dan menghina Karna hanya karena Karna berkasta sudra.

"Nggak level, ah. Masa aku putri raja bersuami seorang suthputr..." Itu mungkin yang ada dipikiran Drupadi yang sombong saat itu. Padahal, siapa yang menyangka bahwa Raja Angga yang dihinanya itu adalah anak Dewa Surya dan Kunti yang juga anak raja, sama level dengan dirinya?

Jauh dikemudian hari, saat Drupadi tahu dari Khrisna bahwa Karna adalah anak Kunti yang berarti adalah saudara tertua dari Pandawa, ia berkata,

"Andai dulu aku tidak menghina dan menolak Karna. Andai ia adalah suamiku. Aku tidak akan menerima penghinaan sebagai perempuan tidak bermoral karena bersuami lima orang, seorang istri yang dipertaruhkan di meja judi oleh suaminya sendiri..."

(Mbak sist, makanya sebelum menjatuhkan predikat pada orang lain, cari info yang valid dulu, dong. Browsing, kalau perlu stalking-stalking juga... Biar nggak menyesal di belakang hari).

Kekecewaan Drupadi kepada lima suaminya itu, menurut versi yang beredar di Benggala, India pada abad ke 18, ternyata semakin mengentalkan ketertarikan dan hasrat terpendam Drupadi terhadap Karna. Dalam cerita versi ini, tergambar betapa Karna memiliki tempat khusus di sudut hati Drupadi. Begini ceritanya :

Ketika Pandawa dan Drupadi sedang menjalani masa pembuangan di hutan. Mereka sedang berjalan menuju suatu tempat dan berhenti sejenak untuk beristirahat.

Di tempat itu Drupadi melihat pohon mangga yang sedang berbuah lebat. Lalu dengan sedikit mengajuk manja, dia meminta Arjuna untuk memetik buah mangga paling ranum yang berada di ranting teratas pohon itu. Tak tahan mendapat rengekan dari istri tercinta yang cantik jelita dengan mata mengerjap-ngerjap memohon, Arjuna pun seketika melontarkan anak panahnya hingga buah mangga yang tak bersalah itu terputus dari ranting dan jatuh ke tanah.



Saat itu pula, muncullah Khrisna. Ia tahu bahwa pada diri Drupadi saat itu ada kesombongan dan kejumawaan yang mesti diruntuhkan. Drupadi merasa bahwa ia adalah istri yang paling hebat. Paling setia, paling tahan menderita mengikuti lima suaminya berkelana di hutan... Dan ia ingin semua orang tahu dan memuji pengorbanannya.



Menemui Pandawa dan Drupadi, Khrisna menegur mereka yang telah lancang mengambil mangga tanpa ijin. Menurut Khrisna, mangga itu adalah milik Resi Sandipan yang terkenal pemarah dan suka mengutuk. Jika sang Resi tahu ada yang mengambil mangga miliknya tanpa ijin, sang Resi akan mengutuk orang yang mengambil menjadi abu. Mendengar itu, Pandawa dan Drupadi menjadi jiper juga (Ksatria juga manusiaaa, punya rasa punya hatiiii, punya juga rasa takuuutt.... *nyanyi lagu Jamrud*).  Mereka meminta solusi dari Khrisna bagaimana caranya mengembalikan mangga yang telah terpetik itu kembali ke rantingnya.



Khrisna, dengan senyum penuh rahasia mengatakan : Buah mangga itu bisa kembali ke tempat asalnya jika seluruh pelaku (Pandawa dan Drupadi dianggap satu kesatuan) bisa mengatakan dengan jujur apa yang terlintas di pikiran mereka saat itu. Semuanya setuju. (Daripada jadi abu...iihh... Ntar abunya dipakai nggosok kuali pula... Ogahlah yaauww... *Olga style mode on*)



Sesi kejujuran dan pengakuan kali ini dimulai dari Yudhistira, dilanjutkan oleh Bhima, Arjuna, lalu Nakula dan Sahadewa. Setiap kali mereka selesai bicara, buah mangga itu naik ke ranting secara bertahap menuju ke ranting teratas. Saat giliran Drupadi tiba, mangga itu dalam posisi tinggal setingkat lagi untuk kembali ke tempatnya semula. Drupadi mengatakan, bahwa yang ada dipikirannya adalah : Setiap saat ia bermimpi semua Kurawa akan dibunuh oleh Bhima dan istri-istri mereka akan menangis dalam kesedihan. Dia sendiri akan melakukan Yajna dan menjaga semua teman dan kerabatnya.

Begitu Drupadi selesai bicara, mangga itu kembali terjatuh ke tanah. Tanda bahwa Drupadi tidak mengatakan yang sebenarnya.



Pandawa terkejut tidak menyangka. Mereka memohon agar Drupadi mengatakan yang sebenarnya ada dalam pikirannya, agar mereka tidak dikutuk menjadi abu oleh Resi Sandipan. Drupadi hanya diam. Namun setelah Yudhistira desperately memohon, Drupadi mengungkapkan hal yang mengejutkan  (jreng... jreng... jreeenggg ...) :  Ia berpikir, kalau saja Karna juga adalah putra Kunti, maka ia akan memiliki enam suami.



(OMG, Princess... Dulu dirimu menolak Karna dengan kasar. Lalu kenapa sekarang kau begitu terobsesi pada anak kusir itu?  Betul kata ungkapan bahwa "hati wanita sedalam samudra, tak ada yang tahu apa yang ada di dasar samudra itu".

Tapi, BTW, siapa juga perempuan yang nggak bakal termimpi-mimpi, jika sosok Karna benar-benar seperti yang divisualisasikan oleh Starplus kali ini? Prikitiuww...  *peluk Aham Sharma sekali lagi*)



Setelah Drupadi selesai bicara, mangga itu terangkat dan kembali melekat di ranting tertinggi tempat asalnya. Pertanda bahwa apa yang dikatakan Drupadi itu benar adanya. Mendengar itu, Yudhistira terdiam, sedangkan Bhima menjadi marah. Karena dibanding empat Pandawa lainnya, Bhima lah yang memiliki cinta terbesar dan sangat care kepada Drupadi. Arjuna? So so lah... Konon karena dia kecewa harus "membagi" Drupadi dengan saudara-saudaranya, maka ia mengalihkan cinta terbesarnya kepada Subhadra. Istri keempat yang berstatus sebagai adik Khrisna, dan memberinya seorang putra dan cucu yang akan meneruskan tahta Hastinapura.



Khrisna akhirnya menenangkan dan menengahi mereka. Meminta Pandawa agar berhenti menyesali Drupadi. Khrisna tahu mengapa Drupadi tertarik kepada Karna, tapi ia merahasiakannya dari Pandawa. Khrisna pun, seperti biasa, tersenyum misterius. Rencananya untuk meruntuhkan kesombongan Drupadi telah berhasil. Mission's complete. 

Maka dengan demikian, cerita ini pun menjadi complete. Selesai.

(Jempol pegeeelll. Lihat jam dinding ternyata sudah lewat jadwal ngobrak-ngabrik dapur untuk dinner nanti... Haddeeuuww... *gubrakk*)


Pondok Gede - 20082014

*) Diceritakan kembali, dengan sumber dari tayangan Mahabharata versi Starplus, berbagai artikel di page Mahabharata dan buku "The Queens of Mahabharata" oleh Kavita A. Sharma.

  

Jumat, 08 Agustus 2014

Mahabharata : KARNA (3)



 
sumber :  Starplus
KSATRIA YANG SENDIRIAN
-- Everyone Has His Own Reason to Fight

Petikan cerita dari epos Mahabharata. Mungkin relevan dengan kondisi orang per orang saat ini :

Pada hari kelimabelas perang Bharatayudha, Karna bertindak sebagai panglima tempur pihak Kurawa. Pada hari itu Karna berhasil melumpuhkan Arjuna. Dengan satu langkah lagi Karna bisa merentangkan busur dan melepaskan anak panah untuk membunuh Arjuna. Namun saat itu juga, matahari sudah tiba pada waktunya untuk tenggelam. Karna menurunkan busurnya dan membiarkan Arjuna bebas di senja itu. Perang hari itu berakhir sudah. Tenggelamnya matahari adalah tanda untuk mengakhiri perang. Itu yang disepakati bersama oleh para pihak yang berperang.

Malam, di perkemahan kubu Pandawa, Arjuna gelisah. Sebagai seorang ksatria petarung ia merasa terhina. Ia menolak kenyataan bahwa Karna, musuh besarnya, telah memberikan belas kasihan kepadanya. Yaitu dengan membatalkan niat untuk membunuh dan membiarkannya bebas tepat saat matahari terbenam.

Arjuna lalu berkeluh kesah kepada Khrisna, mentornya, sekaligus penasihat pihak Pandawa. Khrisna adalah avatar Dewa Wisnu, dewa yang mengetahui segala,

ARJUNA

"Khrisna, aku tahu, sepanjang hidupnya Karna telah menunggu kesempatan untuk bertarung langsung denganku. Itu adalah janjinya kepada Duryudhana, membunuhku. Jika dia berhasil membunuhku, maka obsesinya terhadap kebanggaan diri akan terpenuhi. Hari ini dia punya kesempatan untuk melakukannya. Tapi dia tidak mengambil kesempatan itu. Aku tahu, saat ia menarik tali busur kearahku, matahari terbenam. Saatnya semua pihak mengakhiri perang hari ini sesuai kesepakatan di awal perang.

Tapi kini, siapa yang peduli dengan segala kesepakatan dan peraturan perang? Kita telah mengalahkan Kakek Bhisma dan Guru Drona, lalu membunuhnya dengan taktik dan tipudaya. Itu melanggar aturan, bukan? Lalu, senja tadi, saat Karna punya peluang untuk membunuhku, mengapa dia tak melakukannya? Sungguh, aku tidak bisa menjalani hidupku kelak dengan beban penghinaan yang kuterima dari Karna..."

Khrisna, si maha tahu, sosok yang paling dihormati dan dipercaya oleh Pandawa, berkata pada Arjuna,

KHRISNA

"Arjuna, ketahuilah, Karna adalah jiwa yang mulia. Dan dia telah membuat pesan di hari ini. Dengan tindakannya membiarkanmu bebas, dia hendak mengatakan bahwa selama ia menjadi panglima Kurawa, seluruh kesepakatan dan peraturan perang harus tetap berlaku dan dijalankan. Karna hendak menyatakan pada dunia...;

KARNA

Ya, kami (Kurawa) memang telah melanggar aturan perang ketika memperdayai Abimanyu. Ya, kami tahu, kalian (Pandawa) juga melanggar kesepakatan perang dengan taktik dan tipudaya ketika kalian membunuh Kakek Bhisma dan Guru Drona. Tapi aku adalah orang sangat memegang setiap kata yang kuucapkan, dan aku tak ingin menggunakan cara-cara yang tidak benar, curang, dan tidak adil untuk membunuhmu, wahai Arjuna. Karena sepertinya aku tak pernah mendapatkan apa yang kuinginkan. Namun aku tak akan membiarkan sejarah mengecamku, menuliskan bahwa "Karna telah membunuh Arjuna dengan cara yang tidak adil dan melanggar aturan".
Dengarlah aku, Arjuna. Kebanggaan diriku terhadap setiap pemenuhan kata-kata, janji, kesepakatan juga aturan, jauh lebih besar daripada kelangsungan hidupku sendiri.

Disisi lain, Dhuryudana, si sulung pihak Kurawa yang terjanji oleh Karna menggugat tindakan teman karibnya itu,

DHURYUDANA

"Aku berada di padang Kurusetra ini untuk memenangi perang. Kekalahan Arjuna akan berarti kekalahan Pandawa dan kemenangan Kurawa. Kau punya kesempatan untuk membunuh Arjuna hari ini, tapi mengapa kau tidak melakukannya? Mengapa? Aku tak pernah mengandalkan Kakek Bhisma atau Guru Drona untuk mengalahkan Arjuna. Aku hanya mengandalkan kemampuanmu. Kau telah mengecewakan aku, Karna..."

Karna menjawab gugatan Dhuryudana, satu-satunya bangsawan yang mengakui kemampuannya dalam ilmu perang. Bahkan ketika semua orang termasuk Kakek Bhisma, Guru Drona dan para Pandawa mengingkari kompetensinya, hanya karena dia dibesarkan dan dikenal sebagai rakyat berkasta sudra,

KARNA

"Teman, kau bertempur dalam perang ini untuk singgasana Hastinapura. Arjuna berperang untuk nilai-nilai kebenaran (dharma), untuk kerajaannya Indrapratha dan untuk Panchali (a.k.a. Drupadi). Tapi untuk apa aku ikut dalam pertempuran ini? Ketahuilah, aku berperang untuk memenuhi kebanggaanku, untuk menunjukkan eksistensiku yang tak pernah diakui hanya karena aku berasal dari kasta rendah.

Ya, kita bersama-sama berperang, tapi untuk alasan yang berbeda, Teman. Aku tidak merasa untung atau rugi atau kehilangan apapun. Siapapun yang menang atau kalah dalam peperangan ini. Baik itu Kurawa atau pun Pandawa. Tapi sungguh sayang, Teman. Aku sangat tidak siap untuk kehilangan kebanggaanku. Aku tidak akan membiarkan sejarah menudingku sebagai pengecut yang hanya bisa mengalahkan lawan dengan curang dan melanggar kesepakatan aturan.

Tahta Hastinapura sangat berarti bagimu, Teman. Aku sadar dan mafhum akan hal itu. Tapi Temanku, belajarlah untuk menghargai alasan yang dimiliki oleh orang-orang di sekelilingmu. Kita semua berperang dengan alasan kita masing-masing. Dan aku, juga Kakek Bhisma, adalah prajurit yang kesepian dalam Bharatayudha ini, berperang bukan untuk pihak siapa pun..."


Pondok Gede - 08082014

*) Disarikan dan diterjemahkan dari tulisan di page Mahabharata.