Secangkir Kopi dan Kamu
....
Dihadapanku, ada secangkir kopi.
Ingatanku melayang, suatu ketika aku
meminta secangkir black coffee. "Ah, perempuan, kenapa mesti minum black
coffee..?" katamu waktu itu. Aku tersenyum. Kini dihadapanku, ada
secangkir kopi, tapi bukan lagi black coffee, karena telah kucampur
dengan krim nabati.
Lalu,
aku duduk berhadapan denganmu. Aku bisa memandangmu, mendengarkan
suaramu..... langsung menembus gendang telinga tanpa perantara benda.
Kamu berbicara tentang aku. Aku sudah tahu, tapi tetap kudengarkan
kamu.... Karena suaramu telah jadi rindu-rindu yang bertumpuk, yang jika
disusun bisa menjadi buku. Jilid satu, dua, tiga....., dan mungkinkah
hanya akan menjadi tulisan tanpa akhir?
....
Dihadapanku, ada secangkir kopi.
Tidak pekat cairannya. Tapi apapun warnanya, tetaplah kopi namanya. Kuingat lagi kala itu. Kopi hitam kutuangi sebungkus gula, kuaduk pelan. Uapnya berpendar pelan dan busanya kutiup perlahan. Menyingkir busa itu ke pinggir, seperti membentuk teluk pada lautan berbatas keramik putih.
Kamu memandang aku. Yang aku tak tahu apa dalam pikiranmu tentang diriku. Mungkin kamu pikir aku seperti anak kecil yang sibuk bermain dengan tiupan nafas diatas minuman panas. Asal kamu tahu, aku melakukan itu sekedar untuk menenangkan debaran dalam hatiku, yang tak mampu berkelit dari tatapmu.
....
Dihadapanku, ada secangkir kopi.
Dalam cangkir bening, cairannya diam tak bergerak. Kugenggam dengan dua tangan.... ternyata dalam rinai hujan ia lebih cepat mendingin berpacu dengan waktu. Tapi ia tetap menghangatkan aku. Kucecap perlahan.... pahit dan manis berpadu serasi menyentuh indera perasa. Dan lagi, sosokmu seperti berputar mengelilingi kepalaku, suaramu mengiang..... Kupastikan akan menambah tumpukan rindu, kususun satu persatu menjadi sebuah buku.....
Minggu - 18122011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar