Senin, 26 Desember 2011

Cuti Bersama : Antara Pergerakan Ekonomi, Konsumtif dan Hedonis

".....kl gak salah cuti bersama itu dl salah tujuannya u/ menggairahkan perekonomian nasional. org2 pergi berwisata, moda transportasi penuh, okupasi hotel tinggi, kuliner diburu, handycraft laku.
sekian th berjalan kira2 apa mmg tepat sasaran ya? apa mmg ada eskalasi uang beredar di DTW? apa mmg peredarannya terdistribusi dg benar, bukan terkoleksi hanya ke pemodal kuat? apa tdk membuat bangsa ini lbh hedonis konsumtif?....."
Status di FB oleh Novrial R.Mangkutto / 26122011 *)


Status seorang teman yang mampir di dinding FB-ku itu menggerakkan pikiranku untuk menelaah satu-satu apa yang tertulis pada status yang "berat" ini.  Kebetulan saat membaca status ini, aku sedang menikmati "cuti bersama" di kota asalku, sehingga aku merasa sangat dekat dengan substansinya.

Pada ide asalnya, tujuan "cuti bersama" tentulah ideal dan positif, seperti yang tertulis diatas ; "untuk menggairahkan perekonomian nasional dimana orang pergi berwisata, sehingga moda transportasi penuh, okupasi hotel tinggi, kuliner diburu, handycraft laku".

Jika tujuan "cuti bersama" adalah seperti yang disebut diatas, tampaknya memang upaya ini telah membuahkan hasil. Setidaknya, kalau dilihat dari kondisi real kota tempatku menghabiskan libur  sekarang. Lihat saja, banyak calon penumpang gagal mendapat tiket, rental mobil kehabisan stok mobil, tingkat hunian hotel dan penginapan meningkat tajam (sinyalemen dari koran lokal), pusat belanja tradisional penuh sesak (sehingga berjalan pun harus ala wayang kulit), jalanan macet total (sehingga penduduk yang berdomisili dikota ini misuh-misuh dan heran, mengapa begitu 'demen' orang berwisata kekotanya). Naah......, benar kan tujuan cuti bersama sudah tercapai?

Tapi, jika membaca paragraf kedua dari status diatas.....  Apakah sudah tepat sasaran? Hmmm.....mari kita lihat dan pikirkan. Kalau kita berlibur ke daerah tujuan wisata dalam negeri, menginap di hotel melati atau penginapan milik pengusaha lokal, kemudian makan di warung tradisional, warung tenda atau jajanan kaki lima, lalu belanja handycraft buatan pengrajin setempat......... Pastilah ini namanya tepat sasaran. Karena setiap rupiah yang kita belanjakan akan diterima oleh pengusaha kecil lokal yang ulet dan liat berusaha (walaupun kadang-kadang mereka berjuang sendiri tanpa dukungan pemerintah).

Lain halnya, jika kita menghabiskan cuti bersama dengan liburan keluar negeri, naik maskapai penerbangan asing yang low cost. Menginap di jaringan hotel internasional, makan di restoran waralaba asing yang trendy (walaupun setelah itu masih mencari nasi, karena  yang namanya perut melayu "belum makan kalau belum terisi nasi"). Kalau sudah begini, ya jelas tujuan mulia dari "cuti bersama" ini tidak tercapai dan tepat sasaran. Betul tidak?

Mengenai retorika "apakah cuti bersama mendorong manusia kepada sikap konsumtif dan hedonis?". Waaah, kalau yang ini rasanya terpulang kepada masing-masing pribadi. Tapi kalau hal ini ditanyakan kepadaku, pasti aku akan jawab "TIDAK". Kenapa? Karena aku berlibur tidak sekedar bersenang-senang menghabiskan hari. Aku berlibur dengan cara pulang kesatu kota di pulau Jawa, dengan niat tulus untuk menjenguk orangtuaku yang sudah sepuh dan tinggal hanya berdua, yang diwaktu-waktu senjanya selalu merindukan anak-anak dan cucunya......

Yogyakarta 26122011

*) Terima kasih untuk Novrial R.Mangkutto, atas status FB-nya yang meng-inspirasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar