http://www.bursalagu.com/download-mp3/NHNoYXJlZC5jb20.-eXEwZ3FlR2QvRHJpdmVfLV9CZXJzYW1hX0JpbnRhbmc.-drive_,_bersama_bintang.mp3.html
Kalimat-kalimat itu masih terbuka. Sunyi tahu itu sudah terbaca, dan semestinya dalam kondisi biasa saat ini sudah ada sederet aksara yang menjawabnya. Tapi tidak. Hingga detik ini, masih seperti semula. Terbuka tanpa jawab, meskipun beratus kali dalam sehari ia membuka dan membaca lagi. Dan sejak saat itulah, Sunyi memiliki rasa itu ; Kehilangan.
Sesungguhnya Sunyi benci menuliskan perasaannya saat ini dan ingin melupakan semua. Mengapa? Karena kehilangan, adalah rasa yang mengerikan. Menyatakan yang semula ada tapi berikutnya menjadi tak ada. Jika sebelumnya ada sesuatu berharga yang terasa dalam genggamannya, tapi dalam sekejab genggaman itu kosong menyisakan ruang kecil hampa udara disela jemari. Seperti bulan yang semula bulat terang benderang menerangi kelam malam, serta merta menghilang karena awan hitam menghalangi pancaran sinarnya.
Sunyi terpaku dalam diamnya. Menekuri huruf-huruf terjajar rapi yang entah sudah beratus kali dilihatnya, sekedar menanti suatu keajaiban. Ya, ia berharap tiba-tiba saja muncul deretan aksara baru yang menjawab penantiannya selama ini. Tapi tidak. Huruf-huruf itu beku tak menghasilkan apapun. Membuat Sunyi bertanya dalam hati, akan seterusnyakah begini? Tak terasa setetes air bening meluncur dari sudut matanya, memberikan rasa dingin yang membelah pipinya.
Sunyi mengangkat wajah menatap langit. Tak ada warna cerah biru yang ia suka, karena yang ada dalam pandangannya hanya awan putih separuh abu-abu yang menghalangi langit biru.Warna abu-abu itu seakan sepakat dengan rona hatinya saat ini. Dan perempuan berwajah duka itu menebah dada, terasa masih ada sakit yang menyengat. Ia ingin segera melupakan, tapi entah kapan bisa.
Dalam beberapa waktu terakhir, Sunyi mengalami sekian kali kecewa. Yang pertama, ketika ia menemukan kenyataan bahwa rasa percaya yang ia miliki ternyata tak selengkap yang diharap. Ia merasa rasa percayanya telah cedera. Membuatnya ternganga tak menyangka, sehingga ia tak tahu apakah ia harus marah atau menangis. Atau menangis dan marah dalam waktu bersamaan. Sunyi merasa harus menelan pahit karena ketidaksempurnaan yang ia temui, membuat kerongkongannya sakit karena menahan marah dan tangis. Lalu yang kedua, saat ia mengharapkan kata dan kalimat penjelas yang mungkin bisa memperluas wacana dan meredakan kecewanya. Tapi jajaran aksara tak pernah muncul menemuinya, membuatnya putus asa dan memunculkan rasa yang ia benci itu.
Andai ia beroleh sedikit saja kata yang bisa membuatnya mengerti mengapa ketidaksempurnaan itu terjadi. Mungkin ia bisa menyilih luka hatinya dengan sebesar mungkin pemahaman, dan ia tak perlu merasakan ini. Tapi itulah...... Ternyata Sunyi hanya mengharap sesuatu yang kosong. Seseorang yang diharapkan tak pernah memberinya sederet kata tentang pengertian. Seseorang itu, ternyata lebih diam dan lebih bisu dari yang diperkirakannya.
Sunyi akhirnya menyusut bening yang mengalir dipipinya ; "Biarlah aku tinggal disini. Menanti setiap huruf dan kata yang hadir, berharap ada sedikit yang tercecer untukku. Meskipun sakit, aku akan menunggu sambil mengenang adamu dan hadirmu. Kunikmati kenangan tentangmu, walau untuk itu aku harus menggigil menahan perih yang mengiris rasaku." Dan Sunyi seketika menyadari, bahwa ternyata ada satu lagi yang jauh lebih menyakitkan daripada kehilangan. Namanya kenangan.
Pondok Gede - 09032012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar