Jumat, 01 April 2016

Penerus Jabatan




Membaca berita politik di medsos akhir-akhir ini, mendadak saya merasa ada setitik harapan dalam hidup saya. Harapan untuk satu perubahan dalam keseharian saya yang berkutat dengan aneka kegiatan domestik. Ya, sudah hampir sepuluh tahun saya menjalani hidup seperti ini, sebagai ratu rumah.

Tapi seandainya fenomena dunia politik akhir-akhir ini bisa juga berlaku pada diri saya, pasti bakal menyenangkan sekali.
Bayangkan. Saya akan kembali menjadi wanita bekerja eight to five. Berangkat dari rumah dengan pakaian kerja modis, sepatu  hak sedang (karena saya tidak bisa pakai stiletto), tas tangan yang cantik, ditambah aksesoris khas perempuan pekerja metropolitan.
Apa lagi? Oh yaa… tiap pagi saya akan memasuki kantor disalah satu gedung jangkung di pusat Jakarta. Turun dari mobil, saya akan langsung disambut oleh hawa segar wangi dari pendingin udara… yang pasti beda aromanya dengan aroma asap di dapur saya. Seharian, pastinya, saya akan bertemu dan bergaul dengan orang-orang yang rapi dan wangi, berbicara penuh ilmu dan inteligensi. Beda dengan pak sayur, pak sampah, atau mbak laundry yang saya temui setiap hari sekarang.

Aihh… harapan (atau khayalan) saya pun membuncah. Dan karenanya saya tidak tahan lagi untuk membaginya dengan orang tercintah saya pada suatu malam, saat dia tengah serius menatap layar gadget.

*Foto hasil dari Google search

“Hun…” (Menyentuh lengannya)
“Hmmm…” (Menoleh sedikit)
“Engg… mungkin nggak ya, nanti. Nantiii… setelah jij pensiun, kerjaan dan jabatan jij itu eike yang lanjutin?”
“Maksud jij?” (Menoleh lagi. Sedikit)
“Iyaa. Jij kan nanti pensiun. Terus eike yang gantiin... “
“Ah. Mana bisa begitu.”
“Bisa dong. Kan sebelum eike married dengan jij, eike pernah kerja juga di kantor jij. Eike kan terpaksa keluar kerja gegara married sama jij..!”
“Hmmm…?” (Mulai serius)
“Bisa kan?!”
“Mana ada jabatan bisa dilungsurkan gitu?”
“Ahh… tapi kok kalau gubernur bisa? Dia bakal mencalonkan istrinya jadi penggantinya?”
“Haahh?”
“Iyaa…. Belakangan malah pak mantan presiden naga-naganya bakal mengajukan istrinya jadi capres. Jij bisa toh, seperti itu?”
“Hmmm…” (Geleng-geleng kepala)
“Bisa kan? Tanda cinta jij ke eike… seperti pak gubernur dan pak mantan itu…”
“Ishh… jangan norak! Itu kemaruk namanya!”

Mendengar kalimat terakhirnya, saya pun terdiam. Percakapan berakhir, karena saya enggan disebut norak dan kemaruk.

Harapan dan khayalan saya pun punah.


Pondok Gede - 16032016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar