Kamis, 15 November 2012

Sihir Kata Sanie B.Kuncoro


Buku setebal dua sentimeter, bergambar sampul awan, burung berbulu merah biru coklat dan rumpun bunga ini kutimang-timang.*) Kadang kubuka lagi halamannya secara acak, kubaca beberapa paragrafnya, dan mataku terasa panas lagi.

Entah apa yang sedang dirasakan oleh Sanie B.Kuncoro ketika menulis novel dengan judul "Memilikimu" ini. Sungguh, karya penulis asal Solo sanggup mengaduk-aduk perasaanku. Seperti menyihir dan memaksaku untuk berkali-kali menghapus airmata sepanjang membaca novel ini. Bukan sekali! Bahkan ketika untuk kedua kalinya aku mengulang membacanya, aku masih "mbrebes mili" mengikuti alur kata-kata dalam cerita yang mengharu biru.

Bicara soal isi cerita, sebenarnya tidaklah berbeda dengan beberapa novel lainnya. Inti cerita adalah tentang cinta dan pengkhianatan, meskipun pengkhianatan dalam cerita ini bukanlah sesuatu yang sangat "hitam". Melainkan untuk suatu alasan yang bisa dipahami dengan perasaan, bukan dengan logika.

Garis cerita seperti itu dituturkan dengan cara yang sangat halus oleh mbak Sanie. (Mungkinkah karena dia seorang perempuan dan bersinggungan dengan kota Solo yang dikenal dengan kehalusan tuturnya?). Kelembutan kata dalam novel ini, bagiku sangat menghanyutkan. Kadang menimbulkan rasa mencekam, mengiris hati, dan akhirnya mendesak hingga mengalirkan air mata. Seakan aku benar-benar bisa merasakan kesakitan hati Samara yang dikhianati oleh suaminya. Aku bisa larut dalam ambigu Anom ; antara keinginan hati dan menjaga janjinya pada Samara.

Cobalah simak penuturan mbak Sanie ketika menggambarkan Samara  meng-ikhlaskan Anom pergi untuk selamanya: "..... Jauh di dalam benak Samara tak hendak melepaskan Anom, tapi ada kesadaran bahwa sesungguhnya dia tak lagi memiliki laki-laki itu sepenuhnya. Pengkhianatan itu telah merenggut Anom darinya. Aku tidak tahu siapa diantara kami yang membuatmu bertahan, gumam Samara kemudian. Tapi, yang terutama adalah dirimu. Bila luka ini justru menyiksamu, maka lepaskanlah kami. Teruskanlah perjalananmu..... " (halaman 182-183).

Terlalu panjang untuk dikutip. Chapter "Doa Terakhir" halaman 199-202 juga membuat mata cengengku ini kian deras mengalirkan air. Bagian ini adalah ketika Anom meminta maaf kepada Samara atas pengkhianatannya dan memohon agar Samara sudi menerima kehadiran anaknya.

Juga pada akhir cerita, saat Samara hampir kehilangan Magenta : ".... Barangkali tidak bisa kulupakan pengkhianatan ayahmu kepadaku, tapi aku bisa memaafkan. Demi dirimu akan kumaafkan pengkhianatan itu dengan ikhlas, dan keikhlasan yang sama akan kuajarkan padamu suatu hari nanti sehingga dengan itu akan kau maafkan ayahmu, ibu yang melahirkanmu dan aku yang pernah mengingkarimu..." (halaman 280).

Dari banyak novel-novel yang pernah kubaca, ada tiga judul yang membuatku selalu ingat, bahwa aku pernah menangis membacanya. Adalah novel sastra "Hilanglah si Anak Hilang" karya Nasjah Djamin yang kubaca saat aku duduk di SMA. Lalu "Dalam Lindungan Ka'bah" karya tokoh besar Buya Hamka. Dan baru-baru ini "Memilikimu" karya Sanie B.Kuncoro.

Bila rasa sudah tersentuh, itulah yang terjadi. Tak peduli aku disebut cengeng, alay atau lebay... Rasa dan hati orang per orang tak pernah bisa sama, bukan?


Pondok Gede - 14112012

*) Novel "Memilikimu" karya Sanie B.Kuncoro, diterbitkan oleh GagasMedia, 2011.

2 komentar:

  1. Dear Chusnul Amita,
    Terimakasih untuk memiliki, membaca, terharu dan menulis tentang cerita ini. Responmu membuatku terharu.
    Maaf ya untuk respon yang terlambat (sangat telat).

    Salam hangat untukmu.

    BalasHapus
  2. Salam mbak Sanie.....

    Duuhh..... Saya benar-benar tidak menyangka akan mendapat kunjungan dari penulis handal seperti mbak Sanie.....

    Terima kasih, mbak..... telah mampir ke blog yang sederhana ini..... heheee....
    Terus berkarya ya mbak Sanie.....

    Salam hangat....

    BalasHapus