Bahwa kau adalah separuhku, dan aku adalah
separuhmu... Tentu saja, janji dihadapanNYA sudah terpatri sejak saat itu. Di
satu pagi, di hari Jumaah yang penuh berkah. Ketika kuletakkan bibirku di
punggung tanganmu, tanda bahwa aku adalah belahan jiwamu.
Lalu, aku dan kau, berjalan menyusuri
waktu, berlayar mengemudikan perahu... Siapa yang tahu bahwa kita tak selalu
saling setuju? Ada kalanya kau katakan biru, tapi aku mau ungu... Ada saat aku
ingin hujan, tapi kau hanya harapkan awan... Oh, kiranya telah banyak
waktu-waktu bimbang dan bersimpang diantara kita.
Tapi bukankah kita enggan menyerah kalah
pada jalan yang saling simpang dan tak lempang? Segenap daya lalu tercurah ;
Pengertian, pemahaman, pemakluman, juga lapang rasa agar biduk tak oleng lalu
karam di perjalanan... Bukankah cinta itu
menolak benci? Bukankah sayang itu selalu memaafkan, walau kadang tak
melupakan?
Engkau separuhku. Dunia fana telah kita
jalani dalam sekian masa... Pagi demi pagi, malam demi malam, hari demi hari...
Hingga Sang Kuasa menentukan waktu kita, dan kita harus berangkat menempuh
dimensi tempat yang berbeda... Sendiri saja pastinya, hanya bersama bekal yang
kita tuai satu demi satu selama kita menginjak dunia.
Kini engkau adalah separuhku. Namun entah
seperti apa kita nanti disana... Tentu tak akan ada lagi cerita tentang
ikatan-ikatan di dunia... Tak berguna lagi lembar-lembar peneguhan bahwa kita
adalah dua belahan dalam satu jiwa. Hanya catatan amal dan ibadah yang jadi
pengenal kita... Dan aku tak akan pernah tahu dimana dirimu. Pun dirimu tak
akan mencari adanya diriku... Itu janji dariNYA, bukan? Tak ada yang mampu
mengubahnya.
Lalu, pada akhir yang tak fana disana,
adakah kita kembali bersua? Mungkinkah aku menjadi bidadari bagimu selamanya?
Betapa inginnya hamba bersama di surgaNYA... Jika pun bisa menurut hisab,
pengampunan dan kehendakNYA, masih adakah nanti sisa-sisa kenangan kita berdua
di dunia? Entah. Tapi pasti, hanya DIA yang berkenan menjawabnya...
Pondok Gede - 07032014
#untuk Separuhku