Minggu, 20 Mei 2012

KOREAN WAVE DAN MIMPI "INDONESIAN WAVE"


Tidak selalu kehancuran dan keterpurukan menjadi kutukan yang tak berkesudahan. Kita lihat saja, dalam buku sejarah dunia telah tercatat beberapa bangsa dan negara yang hancur lebur karena perang fisik. Tapi kemudian dengan kerja keras, mereka berhasil bangkit dan menjadi negara yang diperhitungkan.

Dua diantaranya adalah Jerman dan Jepang. Kedua negara ini mengalami kekalahan telak dalam Perang Dunia II. Tapi tak dinyana, beberapa tahun kemudian Jerman mampu bangkit dan menjadi negara yang diperhitungkan dalam perekonomian Eropa. Demikian pula Jepang. Setelah hancur lebur oleh bom atom pada tahun 1945, dengan semangat militan dan jiwa Bushido yang tinggi, mereka tampil menjadi negara raksasa ekonomi, penghasil peralatan elektronik dan otomotif terkemuka di dunia. Produknya bahkan sekarang menjajah pelosok dunia, dan menciptakan "Japan Brand Wave". Merek dagang seperti Sanyo, Toshiba, Hitachi, Honda, Toyota, Suzuki, Daihatsu, adalah nama yang tak asing bagi warga dunia.

Dan pada awal abad 21, dunia dikejutkan dengan munculnya gelombang baru. Bukan berasal dari Amerika Serikat yang meng-klaim dirinya sebagai negara adi daya, adi kuasa dan polisi dunia. Melainkan gelombang ini datang dari sebuah negara kecil di belahan timur dunia yang bernama Korea.

Negara yang dulu hanya dikenal lewat perang dan ginseng ini, sekarang mampu menciptakan "Korean Wave" melalui boyband, serial teve dan ponsel android-nya. Remaja mana yang tak mengenal boyband SuJu yang telah menciptakan histeria di dunia showbiz dan memunculkan plagiat-plagiat yang "wagu"? Atau perempuan mana yang tidak termehek-mehek menonton serial teve yang dibintangi oleh Rain atau Bae Yong Jun yang melankolis itu? Dan sekarang ditambah lagi dengan demam Korea melalui ponsel dan PC tablet android yang dikemas dalam produk bermerek Samsung. Bahkan menurut survei terkini, tingkat penjualan gadget merek ini telah melampaui produk keluaran Apple Inc dengan Ipad-nya dan RIM dengan Blackberry-nya.

Dari media-media yang beredar diketahui bahwa keberhasilan negeri ginseng dalam menciptakan "Korean Wave" itu tidak didapat dengan mudah. Semuanya dilakukan dengan semangat dan etos kerja dan disiplin tinggi. Artis-artis Korea yang berhasil menyebarkan histeria, ternyata bukanlah artis instan, karbitan atau artis aji mumpung. Mereka memang dilatih, diciptakan dan diproduksi menjadi artis dengan kerja keras bertahun-tahun. Diperlukan waktu 2 hingga 3 tahun untuk menciptakan boyband "sekelas" SuJu sekarang.

Demikian pula perjalanan Samsung untuk menempatkan gadget serial "Galaxy" menjadi penguasa pasar dunia nomor satu dengan pangsa pasar 48% (mengalahkan Apple-Ipad yang hanya 19%) bukan perjalanan yang enteng. Termasuk saat menghadapi tuntutan Apple Inc. yang menuduhnya sebagai pencontek tampilan fisik Ipad.

Dan "Korean Wave" itupun selanjutnya bekerja mengeluarkan sihirnya. Para penggemar boyband dan penikmat serial soap opera Korea pun tergiring rasa penasarannya ingin melihat langsung seperti apa sih, negara Korea, seperti apa aslinya pulau Jeju yang pernah menjadi lokasi syuting salah satu serial teve itu. Hasilnya, beratus ribu, bahkan jutaan wisatawan manca berhasil digaet untuk mengunjungi Korea. Bukan itu saja, lifestyle yang terlihat dalam serial Korea pun kini ikut mendunia. Gaya busana, tata rias, tata rambut dan makanan ala Korea pun mewabah ke antero dunia termasuk Indonesia. Bahkan toko buku di Indonesia pun mulai ditebari oleh novel-novel love story ala Korea. Korean Wave telah melanda.... Dan ini nyata.

Kemudian aku pun berkhayal. Seandainya negara kita tercinta ini bisa seperti Korea..... Seandainya tiba-tiba ada Peri Baik Hati yang mengubah mental seluruh orang Indonesia menjadi insan dengan etos kerja tinggi, jujur, disiplin, punya nasionalisme tinggi. Dan pada akhirnya kita bisa menciptakan "Indonesian Wave" ke pelosok dunia. Bukan seperti sekarang yang hanya bisa melahirkan "Indonesian House Keeper Wave" (mendingan kalau benar-benar qualified, karena banyak dari mereka yang gagap bahasa dan gagap teknologi home appliance, sehingga mengundang kegeraman si majikan).

Bayangkan jika serial teve karya anak bangsa NKRI, katakanlah misalnya, serial boneka "si Unyil" atau "Si Doel Anak Sekolahan" digilai oleh penonton dunia. Sehingga berbondong-bondong wisman mendatangi Indonesia untuk melihat langsung Kampung Betawi dan naik oplet tua si Doel.... Atau bayangkan anak-anak di salah satu sudut dunia mengenakan peci dan kain sarung yang diselempangkan, meniru kostum si Unyil sambil menyanyikan jingle "Cis kacang buncis enclek....." Betapa bangganya kita. Dan kalau sudah begitu, rasanya kita tak akan perlu mendatangkan Lady Gaga yang tidak senonoh itu, namun ketidaksenonohannya dianggap sebagai bentuk kebebasan berekspresi seni oleh para penggemar fanatiknya.

Tapi tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara tangisan si Bungsu yang berebut remote teve dengan kakaknya. Si Tengah ingin channel yang menyiarkan kartun Sponge Bob, sementara si Bungsu ngotot mau nonton Upin Ipin....... Haalaaahhh.....Dan mimpiku tentang "Indonesian Wave" pun berakhir sudah....... Kasian deh lo.......


Pondok Gede - 19052012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar