Bangsa Indonesia adalah bangsa yang
beranjak menua. Menjelang 68 tahun usianya sebagai Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dengan usia yang setara dengan manula, adakah kita sebagai bangsa
juga makin dewasa dan bijaksana? Semestinya demikian, karena itu adalah suatu
kelaziman ; Makin bertambah usia, makin kaya pengalaman hidup, makin banyak
pelajaran kehidupan yang didapat, maka makin bertambah pula kekayaan batinnya. Tapi pada
bangsa kita, apakah demikian adanya?
Maka
bacalah berita di koran, di media
cetak, di dunia maya. Tontonlah berita di televisi,
dengarlah cerita dan keluhan bangsa (dan warganegara) tentang para pejabat dan
pemimpin di sekitarnya. Tak usahlah pejabat atau pemimpin bangsa. Cukuplah
pejabat di lingkungan tempat tinggal, di organisasi, di tempat kerja. Berapa
banyak dari manusia yang mendapat amanah berupa jabatan, tapi jauh panggang
dari api untuk bertindak dan bersikap sebagai pemimpin? Bukankah seorang yang
kepadanya disematkan status pejabat pada suatu wadah, seyogyanya adalah juga
orang yang menjadi pemimpin bagi kaum yang berada dalam wadah itu? Tak akan
mungkin seseorang diberi suatu jabatan jika tak ada suatu kaum yang harus
dipikirkan dan dipimpin bukan?
"Sesungguhnya
seorang pemimpin merupakan perisai. Rakyat akan berperang di belakang serta
berlindung dengannya" (HR Muslim)
Betapa indahnya perumpamaan tentang sosok pemimpin menurut hadist diatas.
Betapa nyamannya para bawahan memiliki atasan seperti sosok dalam hadist itu.
Seorang pejabat yang melindungi, memberi petunjuk, mengarahkan, memotivasi,
kadang sanggup menjadi martir bagi kaumnya... Pokoknya 'someone to rely on, someone who can be a bridge over troubled water'. Itulah seorang pejabat yang juga pemimpin.
Adakah, masih adakah dimasa kini, di tengah 230 juta rakyat RI yang memiliki
jiwa seperti itu... Jika ada, berapa persen, berapa orang kah?
Di tengah berita yang datang silih berganti tentang
sosok berbagai pejabat di negeri ini, kadang pikiran menjadi pesimis dengan keberadaan
'pejabat yang pemimpin' itu. Karena bukankah sudah banyak bertaburan 'pejabat yang hanya
pejabat'. Mereka yang dibebani
amanah tapi tak pandai memperlakukan kepercayaan itu. Sehingga yang muncul dari
diri mereka adalah perilaku layaknya fir'aun model milenium ; menekan,
mengancam, memikirkan diri sendiri, khawatir akan kehilangan citra diri, takut
kehilangan jabatan, tidak mau mengambil resiko, takut mengambil keputusan,
tidak tegas, ragu-ragu, acapkali menyalahkan kaum yang seharusnya diarahkan/dilindungi
tanpa memberi solusi...
Coba, mari kita cari orang yang memiliki
typical 'pejabat bukan pemimpin' seperti itu di sekeliling kita. Banyak. Maka
tak heran jika banyak pengamat dan ahli yang prihatin, bahwa bangsa ini
mengalami krisis kepemimpinan. Aku jadi ingat salah seorang mantan kepala
daerah yang mengatakan bahwa "menjadi pejabat dan pemimpin berarti
menghibahkan diri pada warga, kaum dan atau masyarakat yang berada dalam
naungannya". Bukan malah berlaku
seperti raja dan fir'aun yang harus selalu dilayani, di-emong dan menerima
persembahan dari rakyatnya. Semoga masih ada pejabat-pejabat lain (dan calon
pejabat) yang tiba-tiba mendapat hidayah untuk berprinsip dan berperilaku
demikian.
Pondok Gede - 08062013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar