Kamis, 12 April 2012

"Antara Ibuku dan Ibuku" , Sebuah Kisah Poligami




" Sepanjang hidupku, aku melihat kenyataan bahwa banyak laki-laki memiliki istri lebih dari satu. Bahkan aku mulai beranggapan bahwa poligami memang telah menjadi adat budaya Minangkabau. Dua wanita yang berada disamping Ayah adalah perempuan-perempuan yang sepertinya harus tunduk pada system poligami yang berkembang sebagai budaya yang lumrah.. Kurasa mereka bahkan telah menjadikannya sebagai takdir hidup mereka sebagai perempuan.

Namun menurutku, keadilan dan keharmonisan yang ada dalam keluarga kami tercipta bukan karena ayah yang benar-benar berlaku adil tetapi keadilan itu ada karena keikhlasan kedua perempuan yang menjadi istri ayah . Ayah hanya menikmati kepoligamiannya tanpa beban apa-apa, bahkan ketika akhirnya Ayah menikah lagi untuk yang ketiga kalinya . Aku merasa bahwa itu terjadi juga karena peran besar ketiga wanita si sisi Ayah. Wanitalah kuncinya.

(novel “Antara Ibuku & Ibuku” – Desni Intan Suri)  *)


Novel ini membuat aku salah prediksi. Ketika membaca sinopsisnya, aku mengira akan menemukan kisah manisnya realita poligami, jauh dari apa yang dipersepsikan orang kebanyakan. Bagaimana dua orang perempuan menggapai ikhlas dalam menjalani kehidupannya bersama seorang suami yang sama. Dan semuanya akan berujung happy end, they live happily ever after.

Awalnya memang demikian. Hingga paruh pertama novel, terkisahkan bahwa poligami bukanlah masalah. Terbukti dalam cerita itu bahwa keluarga yang terdiri dari seorang suami, dua istri dan (!) lebih dari sepuluh anak, toh bisa berbaur dan  berkumpul dengan akur.

Tapi pada paruh kedua novel, penulisnya dengan cepat membalikkan keadaan aman damai sentosa itu. Ketika satu persatu anak-anak dari keluarga itu menikah dan ketika si Ayah menikah lagi untuk ketiga kalinya, mulailah konflik menyeruak. Saat itu pula mulai muncul sikap saling curiga, kecewa dan menyalahkan, baik antara dua ibu dan antara anak-anaknya.

Konflik bergulir terus, hingga sampai pada suatu gambaran bahwa poligami itu tak semudah apa yang dikatakan dan dijanjikan. Kalaupun kedua istri telah saling ikhlas, apakah begitu juga sikap anak-anak yang lahir dari ayah yang sama tapi ibu yang berbeda? Novel ini menggambarkan dengan jelas konflik dan ketidakrelaan anak-anak. Terutama dalam pandangan tokoh utamanya, salah seorang anak perempuan dari Istri kedua.

Pada akhirnya penulis novel menceritakan, bahwa poligami tetaplah membawa dampak bagi anak-anak. Yang jelas adalah masalah kontrol orangtua terhadap pendidikan dan pola asuh yang tidak akan sama dengan monogami. Dampak yang tidak jelas timbul dalam bentuk psikis. Untuk anak perempuan sulit untuk mengakui bahwa tidak semua lelaki mempunyai tujuan berpoligami dalam perkawinannya (halaman 276-277).

Adalah menjadi lebih menarik, karena novel ini ditulis oleh seorang perempuan Minang, yang dalam tulisannya mengakui bahwa dalam budaya Minangkabau, poligami telah menjadi adat budaya. Karena itulah  Desni Intan Suri mampu dengan detil menggambarkan kehidupan seorang anak perempuan (tokoh utama, bernama Tata) yang dibesarkan dalam lingkungan budaya Minang ditengah keluarga yang ayahnya menjalankan poligami.

Tapi, kupikir, dampak terhadap kondisi psikis anak-anak tidak hanya dialami oleh mereka yang berada dalam lingkup budaya tertentu. Aku ingat, dalam satu kesempatan wawancara pada program Kick Andy. Saat itu Sultan HB-X menerima pertanyaan nakal dari Andy Noya, apakah beliau akan menjalankan praktek poligami mengingat kelima keturunannya adalah perempuan? Sultan HB-X menjawab, "tidak". Karena beliau mengalami bagaimana rasanya dibesarkan dalam keluarga yang ayahnya menjalani poligami.

Lepas dari kemungkinan subyektivitas penulis dalam memandang poligami, novel ini bisa memberikan sisi pandang lain tentang pilihan hidup yang kadang-kadang tidak umum dan sulit dimengerti oleh orang kebanyakan.


*) Buku ini mendapatkan penghargaan Islamic Book Fair Award 2012 kategori buku Fiksi Dewasa pada event pameran buku Islamic Book Fair 9 - 18 Maret 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar