KSATRIA YANG SENDIRIAN
-- Everyone Has His Own Reason to Fight
Petikan cerita dari epos Mahabharata.
Mungkin relevan dengan kondisi orang per orang saat ini :
Pada hari kelimabelas perang Bharatayudha,
Karna bertindak sebagai panglima tempur pihak Kurawa. Pada hari itu Karna
berhasil melumpuhkan Arjuna. Dengan satu langkah lagi Karna bisa merentangkan busur dan
melepaskan anak panah untuk membunuh Arjuna. Namun saat itu juga, matahari
sudah tiba pada waktunya untuk tenggelam. Karna menurunkan busurnya dan
membiarkan Arjuna bebas di senja itu. Perang hari itu berakhir sudah.
Tenggelamnya matahari adalah tanda untuk mengakhiri perang. Itu yang disepakati
bersama oleh para pihak yang berperang.
Malam, di perkemahan kubu Pandawa, Arjuna
gelisah. Sebagai seorang ksatria petarung ia merasa terhina. Ia menolak
kenyataan bahwa Karna, musuh besarnya, telah memberikan belas kasihan
kepadanya. Yaitu dengan membatalkan niat untuk membunuh dan membiarkannya bebas
tepat saat matahari terbenam.
Arjuna lalu berkeluh kesah kepada Khrisna,
mentornya, sekaligus penasihat pihak Pandawa. Khrisna adalah avatar Dewa Wisnu,
dewa yang mengetahui segala,
ARJUNA
"Khrisna,
aku tahu, sepanjang hidupnya Karna telah menunggu kesempatan untuk bertarung
langsung denganku. Itu adalah janjinya kepada Duryudhana, membunuhku. Jika dia
berhasil membunuhku, maka obsesinya terhadap kebanggaan diri akan terpenuhi.
Hari ini dia punya kesempatan untuk melakukannya. Tapi dia tidak mengambil
kesempatan itu. Aku tahu, saat ia menarik tali busur kearahku, matahari
terbenam. Saatnya semua pihak mengakhiri perang hari ini sesuai kesepakatan di
awal perang.
Tapi
kini, siapa yang peduli dengan segala kesepakatan dan peraturan perang? Kita
telah mengalahkan Kakek Bhisma dan Guru Drona, lalu membunuhnya dengan taktik
dan tipudaya. Itu melanggar aturan, bukan? Lalu, senja tadi, saat Karna punya
peluang untuk membunuhku, mengapa dia tak melakukannya? Sungguh, aku tidak bisa
menjalani hidupku kelak dengan beban penghinaan yang kuterima dari Karna..."
Khrisna, si maha tahu, sosok yang paling
dihormati dan dipercaya oleh Pandawa, berkata pada Arjuna,
KHRISNA
"Arjuna,
ketahuilah, Karna adalah jiwa yang mulia. Dan dia telah membuat pesan di hari
ini. Dengan tindakannya membiarkanmu bebas, dia hendak mengatakan bahwa selama
ia menjadi panglima Kurawa, seluruh kesepakatan dan peraturan perang harus
tetap berlaku dan dijalankan. Karna hendak menyatakan pada dunia...;
KARNA
Ya,
kami (Kurawa) memang telah melanggar aturan perang ketika memperdayai Abimanyu.
Ya, kami tahu, kalian (Pandawa) juga melanggar kesepakatan perang dengan taktik
dan tipudaya ketika kalian membunuh Kakek Bhisma dan Guru Drona. Tapi aku
adalah orang sangat memegang setiap kata yang kuucapkan, dan aku tak ingin
menggunakan cara-cara yang tidak benar, curang, dan tidak adil untuk
membunuhmu, wahai Arjuna. Karena sepertinya aku tak pernah mendapatkan apa yang
kuinginkan. Namun aku tak akan membiarkan sejarah mengecamku, menuliskan bahwa
"Karna telah membunuh Arjuna dengan cara yang tidak adil dan melanggar
aturan".
Dengarlah
aku, Arjuna. Kebanggaan diriku terhadap setiap pemenuhan kata-kata, janji,
kesepakatan juga aturan, jauh lebih besar daripada kelangsungan hidupku
sendiri.
Disisi lain, Dhuryudana, si sulung pihak
Kurawa yang terjanji oleh Karna menggugat tindakan teman karibnya itu,
DHURYUDANA
"Aku
berada di padang Kurusetra ini untuk memenangi perang. Kekalahan Arjuna akan
berarti kekalahan Pandawa dan kemenangan Kurawa. Kau punya kesempatan untuk
membunuh Arjuna hari ini, tapi mengapa kau tidak melakukannya? Mengapa? Aku tak
pernah mengandalkan Kakek Bhisma atau Guru Drona untuk mengalahkan Arjuna. Aku
hanya mengandalkan kemampuanmu. Kau telah mengecewakan
aku, Karna..."
Karna menjawab gugatan Dhuryudana,
satu-satunya bangsawan yang mengakui kemampuannya dalam ilmu perang. Bahkan
ketika semua orang termasuk Kakek Bhisma, Guru Drona dan para Pandawa
mengingkari kompetensinya, hanya karena dia dibesarkan dan dikenal sebagai
rakyat berkasta sudra,
KARNA
"Teman,
kau bertempur dalam perang ini untuk singgasana Hastinapura. Arjuna berperang
untuk nilai-nilai kebenaran (dharma), untuk kerajaannya Indrapratha dan untuk
Panchali (a.k.a. Drupadi). Tapi untuk apa aku ikut dalam pertempuran ini?
Ketahuilah, aku berperang untuk memenuhi kebanggaanku, untuk menunjukkan
eksistensiku yang tak pernah diakui hanya karena aku berasal dari kasta rendah.
Ya,
kita bersama-sama berperang, tapi untuk alasan yang berbeda, Teman. Aku tidak
merasa untung atau rugi atau kehilangan apapun. Siapapun yang menang atau kalah
dalam peperangan ini. Baik itu Kurawa atau pun Pandawa. Tapi sungguh sayang,
Teman. Aku sangat tidak siap untuk kehilangan kebanggaanku. Aku tidak akan
membiarkan sejarah menudingku sebagai pengecut yang hanya bisa mengalahkan
lawan dengan curang dan melanggar kesepakatan aturan.
Tahta
Hastinapura sangat berarti bagimu, Teman. Aku sadar dan mafhum akan hal itu.
Tapi Temanku, belajarlah untuk menghargai alasan yang dimiliki oleh orang-orang
di sekelilingmu. Kita semua berperang dengan alasan kita masing-masing. Dan
aku, juga Kakek Bhisma, adalah prajurit yang kesepian dalam Bharatayudha ini,
berperang bukan untuk pihak siapa pun..."
Pondok Gede - 08082014
*) Disarikan dan diterjemahkan dari tulisan
di page Mahabharata.
Suka sekali dengan tulisanmu tentang Karna. Ya, Karna is my favorite character in Mahabharata epic. Everyone has their own reasons to fight.
BalasHapus